Adsafelink | Shorten your link and earn money

Friday, September 25, 2020

PERBEDAAN SUAP DAN GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI


TINDAK PIDANA KORUPSI “SUAP”

  1. Tindak Pidana Korupsi suap pada prinsipnya tidak berakibat langsung pada kerugian keuangan Negara/perekonmian Negara, karena sejumlah uang yang diterima PNS dalam melakukannya bukan berasal dari uang Negara, tetapi berasal dari orang yang melakukan penyuapan itu.
  2. Dilakukan dengan adanya peran aktif antara kedua belah pihak yaitu antara orang yang melakukan suap dengan Pegawai Negari yang menerima suap.
  3. Adanya deal/kesepakatan kedua belah pihak yaitu antara pemeberi suap dan penerima suap mengnmai besar nilai atau uang penyuapan yang akan ditransaksikan dan cara-cara penyerahannya.
  4. Biasanya transaksi dilakukan pada awal sebelum perbuatan yang menjadi keinginan penyuap terhadap penerima suap direalisasikan, sehingga suap bersifat transaksional dari kedua belah pihak.
    Pasal Suap :

    • Pasal 5
    • Pasal 6
    • Pasal 11
    • Pasal 12 huruf (a), (b), (c), dan (d)
    • Pasal 12 A, dan
    • Pasal 17
    • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

 

TINDAK PIDANA KORUPSI “GRATIFIKASI”

  1. Tidak terdapat deal/kesepakatan dari kedua belah pihak mengenai bersar nilai uang atau benda berharga, dan tidak ada dimana dan kapan akan dilakukan penyerahan dan bagaimana pula penyerahannya.
  2. Gratifikasi adalah pemberian yang bersifat luas, sehingga gratifikasi ini juga sering disebut sebagai suap yang tertunda, dan dalam gratifikasi pemberi gratifikasi lebih berperan aktif dan penerima gratifikasi bersifat pasif, sehingga gratifiksi ini berfisat “nontransaksional”.
  3. Biasanya Gratifikasi dilakukan/direalisasikan pada akhir tindakan/perbuatan yang diinginkan dari pemberi gratifikasi diselesai dilakukan oleh penerima gratifikasi, bahkan dapat juga dilakukan saat penerima gratifikasi meminta dan membutuhkannya namun perbuatan yang di inginkan pemberi telah sedang dilakukan oleh penerima.

       Pasal Gratifikasi :

  • Pasal 12 B juncto 12 C
  • Pasal 13, dan 
  • Pasal 17 
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001


PENYEBAB-PENYEBAB KORUPSI DI INDONESIA


1.         Sitem penyelenggaraan Negara yang keliru

          Sebagaimana Negara yang beru merdeka dan merdeka, seharus prioritas pembangunan lebih di utamakan di bidang pendidikan atau SDM, bukan di bidang ekonomi dan politik, tetapi di negara Indonesia mulai dari Orde Lama, Orde Baru dan sampai saat ini, padahal sebuah negara yang baru saja merdeka sangat terbatas sekali SDM, keuangan, dan teknologi, dan sebagai konsekuensinya semua itu akhirnya di impor dari luar negeri yang gilirannya akan menjadi penyebab timbulnya korupsi.

Pendidikan yang rendah dan minim terus dipelihara dan sementara dari waktu ke waktu perekonomian, politik, teknologi terus mengalami kemajuan pesat, hal ini akan menjadikan situasi dalam ketimpangan, yang mana SDM warga negara tidak dapat mengimbanginya, sampai akhirnya SDM pun terpaksa di datangkan dari luar negeri, dan tak mengherankan jikalau semakin banyaknya tenaga kerja asing yang berkerja di Indonesia dengan perlakuan yang berbeda, karena mereka menganggap SDM mereka lebih baik dari SDM warga Negara Indonesia, sehingga mereka minta tenaga mereka di bayar dengan standart upah yang berlaku di Negara mereka.

2.         Kompensasi PNS yang rendah

           Sudah menjadi sebuah kewajaran apabila sebuah Negara yang baru saja merdeka tidak memilikki uang yang cukup untuk membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, namun prioritas pembangunan lebih diutamakan dibidang ekonomi sehingga secara fisik dan cultural melahirkan pola hidup konsumerisme, sehingga protentase PNS yang melakukan KKN sekitar 90%, baik korupsi waktu, melakukan kegiatan pungli  dan mark up kecil-kecilan demi menyeimbangi pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.

            3.        Pejabat yang bermental serakah

Pola hidup Konsumerisme yang dilahirkan oleh system pembangunan ekonomi akan mendorong pejabat untuk menjadi kaya secara instant, dan lahirlah sikap serakah dimana pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up proyek-proyek pembangunan, baik dalam bentuk menjadi komisaris maupun sebagai salah satu share holder dari perusahaan tersebut.

4.         Law Enforcement tidak berjalan maksimal

Disebabkan oleh para pejabat yang serakah dan PNS-nya yang KKN karena gaji yang tak cukup, maka dapat dibilang penegakan hukum tidak berjalan hampir diseluruh lini kehidupan, baik di instansi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan, karena segala sesuatu di ukur dengan uang, sehingga timbul plesetan-plesetan kata-kata, seperti KUHP (kasih Uang Habis Perkara), Ketuhanan Yang Maha Esa (Keuangan Yang Maha Esa), dan sebagainya.

5.         Hukuman yang ringan terhadap koruptor

Disebabkan Law Enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak hukum bisa dibayar, mulai dari polisi, jaksa, hakim dan pengacara, maka hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor, bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat sehingga pejabat dan pengusaha tetap melakukan KKN.

            6.         Pengawasan yang tidak efektif

Dalam ilmu manajemen modern ada instrument yang dikenal dengan internal control, yang bersifat in build dalam unit kerja, sehingga penyimpangan akan terdeteksi sejak dini secara otomatis pula dilakukan perbaikan, begitu juga dalam pemerintahan telah adanya lembaga-lembaga pengawas yang fungsinya sebagai internal control namun tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, seperti ; Irjen, Bawasda, yang bertugas melakukan internal audit, yang terindikasi teurut bergotong royong dalam menyuburkan praktek KKN.

            7.         Tidak ada keteladanan kepemimpinan

Di Indonesia saat ini tidak ada pemimpinan yang bisa dijadikan teladan makanya bukannya saja ekonomi Negara yang belum membaik bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara makin mendekati jurang kehancuran.

            8.         Budaya masyarakat yang kondusif KKN

Di Indonesia Turut malakukan KKN dalam urusan sehari-hari seperti mengurus KTP, SIM, Passport, PBB, melamar msuk kerja, dll, dilakukan karena meniru apa yang dilakukan para pejabat dan perbuatan itu bak gayung bersambut sehingga diyakini menjadi suatu yang tidak salah dan bisa ditiru.

UPAYA-UPAYA MENGATASI KORUPSI

1. Meperbaiki kinerja lembaga peradilan, terutama pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus jujur adil dan imparsial.

2. Reformasi Birokrasi,  salah satu cara menghindari praktek suap adalah dengan acara mengumumkan secara resmi biaya pengurusan/pembuatan KTP, SIM, IMB, PBB, Passport dll.

3. Memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Dearah, dengan diberikannya otonomi daerah kepada Pemerintah Derah, maka korupasi tidak hanya berpusat di pusat saja tetapi juga berkembang di berbagai daerah di Indonesia.

4. Mewajibkan  pejabat public untuk melaporkan dan mengumumkan harta kekayaan yang dimilikki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Ini dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah harta kekayaan khususnya saat selesai menjabat.

5. Meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu di berikan intensif yang sifatnya positif  dari atasan dalam bentuk penghargaan, bonus atau insentif lainnya sebagai stimulus bagi pegawai negeri lainnya.

6. Memberi hak kepada masyarakat dan media untuk mendapatkan akses terhadap informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi  hajat hidup orang banyak, hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.

7. Melakukan upaya kampanye tentang bahaya korupsi dalam rangka pemberdayaan kepada masyarakat agar public peduli (public awareness) kepada bahaya korupsi, sosialisasiserta disemisasi di ruang public mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus di intensifkan.

8. Ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Misalnya via HP,  tekepon, SMS, surat, internet atau telex.

9. Pers yang bebas dan terkendali adalah satu pilar dari demokrasi, LSM baik lokal maupun internasional dapat melakukan fungsi pengawasan langsung maupun tidak langsung atas prilaku pejabat public.

10. Melakukan kerjasama internasional

No comments:

Post a Comment

https://panel.niagahoster.co.id/ref/331489

My Blog List

Contact Form

Name

Email *

Message *

https://accesstra.de/000y52000kcb