Adsafelink | Shorten your link and earn money

Sunday, July 5, 2020

Pro - Kontra Predicate Crime dan Independent Crime Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)


Dalam proses penanganan pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU), secara yuridis Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri (independent crime) sehingga dalam penuntutan dan pemeriksaannya tidak tergantung dari pada tindak pidana asal (Predicate Crime), yang mana dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pelaku dapat diputus tanpa harus membuktikan tindak pidana asal, dengan kata lain Pelaku Pencucian Uang tidak perlu secara hukum dibuktikan apakah harta yang didapatkannya berasal dari tindak pidana atau bukan, dan mengenai pidana asal dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 ada 26 jenis tindak pidana, dan berarti ke 26 jenis pidana Pencucian uang apabila seseorang melakukan TPPU maka Kejahatan/Pidana asal yang banyaknya 26 jenis perbuatan itu tidak perlu lagi dibuktikan secara yuridis dan sesorang cukup disidangkan dengan Undang-Undang TPPU bisa di hukum dengan pidana penjara.

https://accesstra.de/000qhf000kcb

Secara logika hukum hal ini sangat janggal dan tidak masuk akal karena bagaimana seseorang dapat dipidana karena melakukan Pencucian uang tanpa dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya darimana uang tersebut didapatnya, hukum dibuat memilikki cita-cita dan tujuan, pendapat yang terkenal adalah mengenai teori cita hukum dari Gustav Radbruch yang berpendapat 3 cita hukum yaitu, kepastian, keadilan dan manfaat, sehubungan dengan itu banyak pihak merasa sangat terusik pemikirannya dan merasa tidak adil dan tidak memberikan kepastian apabila seseorang dituntut melakukan pencucian uang namun tidak dibuktikan apakah benar harta yang diperolehnya merupakan murni dari suatu tindak pidana asal yang dituduhkan? 

Banyak yang berpendapat seperti itu tetapi sebaliknya ada pula yang berpendapat kontradiktif dari pemikiran UU TPPU tersebut, untuk itu saya akan evaluasi bagaimana paradigma dari kalangan para pakar hukum dan aparat hukum mengapa mereka menyatakan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah perbuatan berdiri sendiri (independent crime) dan dapat di tuntut tanpa menunggu atau tanpa terganatung Pidana asal (predicate crime) dan atau pemikiran sebaliknya.

1.   Dari seorang Pejabat di Mahkamah Agung yaitu Bapak Djoko Sarwoko, beliau menyampaikan bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri yang tidak memilikki karakter khusus dan mempunyai acara khusus.

2. Kemudian mantan Jaksa Agung Bapak Hendarman Supandji, yang mengatakan bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang yang dapat dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri  dan lepas dari kejahatan asal, dan itu telah terbukti, dari sejumlah perkara-perkara Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah diputus oleh pengadilan ada 18 perkara yang tidak dibuktikan terlebih dahulu kejahatan asalnya. 

Hendarman dan Djoko merujuk pendapat mereka pada rumusan pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan bahwa :

"Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya".

Kemudian terhadap Pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ternyata terdapat pihak yang tidak setuju dan kemudian melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Ialah dia mantan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) RJ Soehandoyo.

Pada awalnya setelah ditetapkan sebagai tersangka, mantan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) akhirnya melayangkan gugatan pengujian tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lewat kuasa hukumnya, pada Bulan Agustus 2015 RJ Soehandoyo memohon pengujian Pasal 69 UU TPPU mengenai tidak wajib membuktikan tindak pidana asalnya.

“Pemohon selaku Komisaris PT Panca Lomba Makmur yang menjadi tersangka dalam perkara dugaan TPPU merasa dirugikan dengan Pasal 69 UU TPPU,” ujar salah satu kuasa hukum pemohon, Erlina dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Suhartoyo di ruang sidang MK, Selasa (18/8/2015).
https://click.accesstrade.co.id/adv.php?rk=0004hx000kcb

Erlina menjelaskan pemohon adalah komisaris PT Panca Logam Makmur. Direktur dan manajer keuangan perusahaan ini diduga telah melakukan penggelapan dalam jabatan. Keduanya telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bau-Bau No. 363/Pid.B/2014/PN.Bau tertanggal 6 Mei 2015.

Kronologisnya, Pemohon mengundang para pemegang saham mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk memilih direksi baru karena masalah tersebut. Tetapi, tidak dapat terlaksana karena ada salah satu pemegang saham mayoritas tidak hadir. Tanpa sepengetahuan pemohon, pemegang saham yang lain telah melakukan RUPS dan telah menetapkan pergantian pengurus perusahaan.

Atas kejadian ini pemohon selaku komisaris dan pengurus sementara demi menyelamatkan asset perusahaan, memindahbukukan dana perusahaan yang telah digelapkan direktur dan manajer keuangan terdahulu dari rekening manajer keuangan ke rekening PT. Panca Logam Makmur.

Namun, tindakan Pemohon memindahbukukan dana tersebut justru menjadi dasar penetapan tersangka dirinya berdasarkan laporan polisi bernomor: LP/386/VI/2014/SPKT Polda Sutra tertanggal 18 Juni 2014 tentang TPPU yang diajukan Falahwi Mudjur Saleh W alias Seli. Selanjutnya, Penyidik Polda Sulawesi Tenggara dalam menetapkan Pemohon menjadi tersangka ini menggunakan dasar hukum Pasal 69 UU TPPU.

Padahal, merujuk putusan PN Bau-Bau dalam perkara yang sama dalam pertimbangannya pada halaman 58 menyebutkan yang berhak membuka blokir rekening manajer keuangan yang telah berstatus sebagai terpidana tersebut, adalah Komisaris PT. Panca Logam Makmur. Menurutnya, perkara TPPU dan masing-masing berdiri sendiri.

https://cl.accesstrade.co.id/0004i4000kcb
“telah diputus oleh PN Bau-Bau, sehingga tidak ada bukti yang bisa menjerat pemohon dalam TPPU. Ini persoalan hukum baru yang menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadan bagi pemohon,” dalihnya.

Karena itu, Erlina menganggap Penyidik tidak dapat menetapkan Pemohon menjadi tersangka TPPU. Sebab, perkara ini awalnya bukanlah TPPU, tetapi tindak pidana perbankan dan yang menjadi tersangka pun bukan pemohon. Karena itu, pemohon minta agar Pasal 69 UU TPPU dihapus karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1)  UUD 1945.

“Menyatakan Pasal 69 UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai  kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi petitum permohonannya.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Suhartoyo menilai sistematika permohonan sudah cukup baik. Hanya saja, materi permohonan lebih banyak menguraikan kerugian kasus konkrit yang dialami pemohon. Ia menyarankan kepada pemohon agar permohonan perkuat. “Ini agar kerugian konstitusional lebih dipertajam dan diperjelas,” kata Suhartoyo.

Anggota Majelis, Aswanto meminta agar permohonan dielaborasi dengan MK No. 77/PUU-XII/2014 yang pernah menolak pengujian pasal yang sama. Soalnya, sesuai Pasal 60 UU MK menyebut materi muatan pasal atau yang sudah diuji tidak bisa diajukan kembali, kecuali dengan alasan konstitusional dan pasal batu uji yang berbeda.

“Putusan MK itu harus dipelajari dulu, takutnya permohonan ini. Soalnya, kalau melihat pasal batu uji sama dengan permohonan sebelumnya yakni Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1). Kalau merujuk Pasal 60 UU MK . Jadi, kalau melihat pasal batu ujinya harus diubah,” sarannya.

Mantan Kepala PPATK, M. Yusuf pernah mengatakan “TTPU sebagai Tindak Pidana berbahaya yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian negara, kalaupun seseorang lolos dari (tindak pidana asal), bukan berarti lolos dari tuduhan TPPU, bermakna pencucian uang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri TPPU memiliki karakter khusus, tidak terbuktinya tindak pidana asal (perbankan) dalam persidangan, tidak sertamerta perbuatan TPPU ikut  tidak terbukti. Sebab, bisa saja pelaku memang tidak terbukti melakukan tindak pidana asal atau salah penerapan pasal dakwaan atau penyidik belum menemukan unsur tindak pidana asalnya. Karena itu, proses penegakan hukum TPPU tidak terpengaruh dengan bebasnya terdakwa dari Tuntutan, “Perlu diingat ada perbedaan objek tindak pidana asal dan TPPU yakni harta kekayaan yang diduga berasal atau diperoleh dari tindak pidana asal". Apabila pelaku tindak pidana asal dan TPPU orangnya berbeda atau dianggap berdiri sendiri-sendiri, sehingga wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya dapat berdampak hilangnya independensi TPPU. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan pelaku tindak pidana asal karena berhasil menyembunyikan, menyamarkan, atau mengalihkan asal usul harta kekayaannya. “Dengan begitu, penegakan hukum TPPU tidak dapat dilakukan termasuk pemblokiran, penyitaan, dan perampasan aset hasil tindak pidana asal.
https://cl.accesstrade.co.id/0004bg000kcb

Begitu juga dalam Gugatan Manatan Ketua MA, Akil Muktar yang mempermasalahkan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidan Pencucian Uang.

Pupus sudah harapan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar untuk lolos dari jerat tindak pidana pencucian uang setelah MK menolak konstitusionalitas sejumlah pasal dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang “Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” yang dibacakan oleh Ketua Majelis MK, Arief Hidayat dengan putusan Nomor : 77/PUU-XII/2014 di ruang sidang pleno MK, pada Kamis 12 Februari 2015.

Akil Mochtar mengajukan tentang tidak wajibnya pembuktian tindak pidana asal (korupsi/teroris) dalam TPPU yang menyertainya karena ada frasa "patut diduga” dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) UU TPPU.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan frasa “patut diduga” atau “patut menyangka” sedari dulu sudah termuat dalam Pasal 283, Pasal 288, Pasal 292, Pasal 480 dan diterapkan pengadilan. Hal itu tidak pernah menimbulkan persoalan dalam penegakan hukum terkait hak-hak warga negara.

Karenanya, frasa “patut diduga” atau “patut diduganya” yang termuat dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) UU TPPU No. 8 Tahun2010, khusus mengenai tindak pidana pencucian uang merupakan kewenangan pengadilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA).

Pasal 69 UU TPPU yang menyebut tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, menurut Mahkamah apabila pelaku tindak pidana asal meninggal dunia berarti perkaranya gugur yang berakibat si penerima pencucian uang tidak dapat dituntut. “Adalah ketidakadilan seseorang yang sudah nyata menerima keuntungan dari TPPU tidak diproses pidana. 
https://accesstra.de/000ms1000kcb
 
Mahkamah memandang TPPU memang tidak berdiri sendiri, tetapi harus ada kaitannya dengan tindak pidana asal. Bagaimana mungkin ada tindak pidana pencucian uang kalau tidak ada tindak pidana asalnya. Apabila tindak pidana asalnya tidak bisa dibuktikan terlebih dahulu, maka tidak menjadi halangan untuk mengadili tindak pidana pencucian uang.

“Pasal 76 ayat (1), menurut Mahkamah penuntut umum merupakan satu kesatuan, apakah penuntut umum yang bertugas di Kejaksaan RI atau di KPK adalah sama,” lanjutnya.

Terkait Pasal 77 UU TPPU mengenai pembalikan beban pembuktian sering disebut pembuktian terbalik oleh pihak terdakwa, menurut Mahkamah, apabila terdakwa beriktikad baik demi kepastian hukum tidaklah sulit baginya untuk membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan hasil tindak pidana. Sebaliknya, penuntut umum akan kesulitan membuktikannya, padahal aroma tindak pidananya sangat terasa.

“Pasal 95 UU TPPU menurut pemohon bukan kewenangan KPK menyidik dan menuntut TPPU, menurut Mahkamah kasus konkrit instansi mana yang berwenang bukanlah objek yang dapat dimohonkan pengujian, “Yang bersangkutan bisa saja tidak tahu adanya tindak pidana tersebut atau belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Hal tersebut bertentangan dengan hak warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum, apabila seseorang didakwa dengan TPPU tidak didasari telah terjadi dan terbuktinya adalah bertentangan dengan asas praduga tak bersalah yang termuat dalam Penjelasan Umum KUHAP dan Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman.

“Dengan demikian, seharusnya permohonan pemohon yang berkaitan dengan keharusan adanya putusan tindak pidana asal sebelum memproses TPPU dikabulkan.

Pengacara pemohon, Adardam Achyarenggan mengomentari putusan MK saat itu. Soalnya, putusan MK ini sudah final dan mengikat yang tidak bisa diajukan upaya hukum. “Itulah putusannya, saya tidak bisa mengomentari. Yang pasti putusan ini akan segera kita sampaikan ke Pak Akil,” kata Adardam. UU Nomor 8 Tahun 2010tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam putusannya, MK menyimpulkan semua dalil permohonan Akil tidak beralasan menurut hukum.

permohonan pengujian sembilan pasal UU TPPU. Ia menggugat konstitusionalitas Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 69, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 ayat (1), dan Pasal 95. Fokus pengujian ini menyangkut polemik "patut diduga".

Akil juga mempersoalkan legalitas kewenangan jaksa KPK menyidik dan menuntut TPPU. Ia meminta MK membatalkan dan meminta tafsir pasal-pasal itu. Penerapan pasal-pasal itu dinilai multitafsir, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pemohon terutama ketika harta kekayaan yang secara nyata tidak berkaitan dengan korupsi disita dan putusannnya dirampas untuk negara.
https://cl.accesstrade.co.id/000ewl000kcb


Bibliography :

1.          https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5612f12d4e884/ppatk-tegaskan-tppu-sebagai-
             iindependent-crime-i/

2.          https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55d2d2ea46ae9/mantan-kapuspenkum-
             kejagung-gugat-uu-tppu

3.         https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55ffa86ddf0b3/saksi--rj-soehandoyo-tidak-
            dikenakan-tindak-pidana-perbankan

4.        https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54dc6b9dd2083/mk-tolak-permohonan-akil-
           mochtar








No comments:

Post a Comment

https://panel.niagahoster.co.id/ref/331489

My Blog List

Contact Form

Name

Email *

Message *

https://accesstra.de/000y52000kcb