Pasca Negara Republik Indonesia memproklamirkan Kemerdekaanya 17 Agustus 1945, negara Idonesia belum langsung dalam keadaan stabil namun keadaan masih dalam pembenahan di berbagai lini instansi pemerintahan, ekonomi, sosial, politik, hukum dan keadilan, bahkan negara penjajah kembali ingin menguasai Negara Indonesia, sehingga kondisi yang sering dihadapi pemerintahan adalah kondidi-kondisi darurat.
Ada suatu kondisi pada waktu itu yaitu pada tahun 1957, seluruh wilayah Negara Repbilik Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang yang mana pada saat itu keadaan perang tersebut telah dikeluarkan dalam bentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 Jo Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1957, kemudian dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dikeluarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Darat, tanggal 16 April 1958 Nomor Prt/Peperpu/013/1958 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya dan Peraturan Penguasa Perang/Kepala Staf Angkatan Laut, Tanggal 17 April 1958, Nomor Prt/Z/I/7.
Dengan adanya keadaaan mendesak dan perlunya diatur dengan sesegera mungkin, maka atas dasar Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950, Penggantian Peraturan Penguasa Perang Pusat tersebut ditetapkan pula dalam Peraturan Peraturan Perundagan-undangan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 Tentang, Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 menjadi Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 Tentang Pegusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Penerapannya ternyata Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 Tentang Pegusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, tidak berjalan sebagaimana mestinya dan hasil yang dicapai belum maksimal, sehingga diganti lagi dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Perjalanan Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lebih dari dua dasawarsa, tidak juga sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, apalagi terjadi praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan penyelenggara dan pengusaha semakin menjadi-jadi. Dan kemudian sepatutnya jika kemudian MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara saat itu menetapkan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, kemudian ditetapkan agar diatur lebih lanjut dengan undang-undang tentang upaya pemberrantasan tindak pidanakorupsi yang dilakukan dengan tegas, dengan melaksanakannya secara konsisten Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian atas dasar TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 inilah ditetapkanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mulai efektif berlaku tanggal 16 Agustus 1999, dan dimuat di Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 140 Tahun 1999, dan sejak itu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun kemudian setelah itu diadakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan dimuat di Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 2001, dan mulai berlaku sejak tanggal 21 Nopember 2001.
Adapun alasan-alasan diadakan perubahan/penambahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah ;
1. Untuk menjamin kepastian hukum yang lebih maksimal.
2. Menghindari interprestasi hukum yang beragam.
3. Memberikan proteksi terhadap ekonomi dan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
4. Pemberlakukan equality before the law secara adil, dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Dengan diadakannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tentu sangat diharapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat lebih mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas perbuatan-perbuatan korupsi yang terjadi di pemerinatahan dan masyarakat.
Dan untuk mewujudkan usaha mencegah dan memberantas Tindak Pidana Korupsi tersebut, didisusul di keluarkan lagi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian dikeluarkan juga Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2004 Tentang percepatan Pemberantasan Korupsi.
Upaya Pemberantasan dan pencegahan Korupsi di Negara Indonesia semakin maksimal dengan dilengkapinya pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 yaitu merupakan sebuah ratifikasi dari United Convention Against Corruption (UNCAC) yang merupakan Konvensi Anti Korupsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mana tidak menutup kemungkinan adanya perubahan untuk penyesuaian antara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan diperbaiki oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terhadap ratifikasi UNCAC tersebut.
No comments:
Post a Comment