Istilah perkawinan anak adalah istilah yang memiliki sinonim dalam kehidupan masyarakat di tanah air kita, seperti misalnya istilah "perkawinan dini, perkawinan usia muda, perkawinan usia anak, dan sebagainya. Globalisasi dan penggunaan istilah tergantung pada kehendak masing-masing individu.
Bahwa dalam tulisan yang kita kompilasi ini ada istilah yang perlu kita ketahui definisinya, untuk itulah kita perlu awalnya mengetahui definisi GLOBALISASI.
Globalisasi menurut pendapat ahli memiliki pendapat yang berbeda - beda, masing-masing menafsirkannya dengan satu maksud yang sama, namun untuk pemahaman yang lebih netral dalam tulisan ini, saya mengutip beberapa Pengertian globalisasi, sebagai berikut;
- Pengertian Globalisasi dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia ; Globalisasi adalah proses masuknya ke dalam lingkup dunia.
- Pemahaman Globalisasi menurut penulis kita adalah ; Proses mendunia yang terjadi dalam semua aspek kehidupan manusia dan tidak bisa dihindari, menembus seluruh dunia sebagai hasil kemajuan teknologi.
Selanjutnya Perkawinan di bawah umur sering terjadi dengan berbagai penyebab, yaitu:
- Karena Hamil Duluan
- Karena Perjodohan
- Pernikahan Paksa dalam Adat tertentu
- Karena Kebutuhan Ekonomi
Dari penyebab tersebut diatas selalu saja memposisikan Perempuan sebagai Pihak yang lemah dan selalu dalam kelemahan menolak Kawin Muda yang dipaksakan oleh orang tuanya.
Di Negara Yaman masih ada memegang kebiasaan menikahkan anak perempuan dengan cara pernikahan paksa, sistem pernikahan konservatif ini hampir menjadi bagian dari gadis-gadis yang menikah di bawah umur.
Pernah Seorang Jurnalis menulis sebuah buku tentang perjuangan seorang perempuan Yaman yang bernama NUJOOD ALI, dia adalah perempuan yang berani melawan Perkawinan Paksa dibawah umur (10 Tahun) untuk melawan Adat Istiadat di Yaman dan akhirnya sampai ke Ranah Hukum, NUJOOD ALI, menikah dengan seorang laki -laki yang usianya, 3 kali lipat dari usianya, NUJOOD ALI yang masih beliapun terpisah dari keluarga dan keluarga tercintanya, Ia harus memulai hidup baru bersama suami dan keluarga di sebuah desa terpencil di pedalaman Yaman . Disana setiap hari ia menerima penganiayaan fisik dan emosional dari sang ibu mertua, dan dari tangan kasar sang suami setiap mala. Melanggar janji untuk menangguhkan berhubungan badan dengan Nujood dengan ia cukup dewasa, menyanyikan suami merengut keperawanan si bocah pengantin tepat pada malam pertama. Saat itu usaianya bahkan baru sepuluh tahun. Merasa tak bisa lagi berkumpul derita, Nujood bunuh diri bukan kerumah orang tuanya, tapi ke gedung pengadilan ibu kota, naik taksi dengan beberapa menyimpan uang untuk makan sehari-hari. 1
Cerita NUJOOD ALI ini akhir sampai ketelinga Wartawan, agar menarik Perhatian seorang Penulis Perancis yang bernama DELPHINE MINOUI, seorang jurnalis dari Perancis sejak tahun 1977. Kemudian menulis dan menerbitkan buku dengan judul Saya NUJOOD, usia 10 dan janda.
Selanjutnya bagaimana Perkawinan di bawah umur di indonesia ?, indonesia adalah negara yang memilikki adat istiadat yang berbeda-beda dari masing-masing suku yang ada. Lantas, apakah juga memilikki tradisi perkawinan di bawah umur? jawabnya: "Ya", salah satu contoh adalah yang sering terjadi dalam masyarakat Banjar, yang berada di Kab.Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, yang dikenal dengan istilah perkawinandi bawah umur dengan istilah "KAWIN ANOM". Kekuatan f aktor religi dan budaya yang mengakar membuat kontrol ditengah masyarakat melalui positifuanya untuk segera mengawinkan anak perempuannya pada usia muda belia, dari ekonomi sebagai keluarga, dari konteks budaya adalah hukum adat, dan dari konteks agama merupakan perintah agama.
Perkawinan Anom di Desa Paluh Manan atau sudah berlangsung sejak zaman Kolonial. Sejak itu saya mulai bertahan di daerah persawahan di Sumatera Timur pada tahun 1917 sampai sekarang, sebagai penunjang pembukaan perkebunan tembakau dan karet. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Bapak Mursyid (2 Januari 2015), dikatakan bahwa kawin anom di desa mereka sudah lama. Sudah sejak zaman penjajahan Belanda saat ini. Kawin Anom dilakukan karena dia sudah tidak sekolah lagi, orang tua miskin, dan budaya malu / aib masih tertanam di kalangan orang tua Suku Banjar di Desa Paluh Manan. 2
Dan masih banyak beberapa daerah di Indonesia juga masih menjalankan Hukum Adat dalam perkawinan sehingga anak perempuan yang masih di bawah umur sering menjadi korban, karena perempuan yang dari zaman kolonial sudah bisa tidak menyuarakan kehendak yang tergolong kaum inferior yang patut diam dan bungkam oleh kaum laki-laki.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 Tentang PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP WANITA (Konvensi Eleminasi Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan) , dijelaskan dengan persamaan hak perempuan dengan laki-laki. Dan penuh segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dihapuskan.3
Konsensus global tentang perlunya pencegahan perkawinan dini, kawin paksa, dan perkawinan usia anak semakin mengemuka , bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) target sasaran khusus dalam tujuan Pembangunan Berkelanjutan pasca 2015 untuk dihapus perkawinan usia anak. Rekomendasi ini didukung oleh 116 negara anggota, termasuk Indonesia. Selain itu, lebih dari 100 komitmen untuk menghapus perkawinan usia anak dan mutilasi genital perempuan dideklarasikan pada KTT Anak Perempuan yang diselenggarakan oleh UNICEF dan Pemerintah Inggris. Pada tahun 2014, Uni Afrika juga meluncurkan Kampanye untuk menghapus Perkawinan Usia di Afrika. 4
Upaya untuk menghilangkan perkawinan anak merupakan respons terhadap semakin banyaknya bukti yang menunjukkan skala dan tingkat masalah.
Di sisi lain telah menjadi sifat bahwa manusia sejak lahir ke dunia selalu memiliki kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lain dalam kehidupan sosial. Tinggal bersama antara pria dan wanita yang telah memenuhi persyaratan ini disebut pernikahan.
Perkawinan adalah ikatan yang menghasilkan keluarga sebagai salah satu unsur dalam kehidupan masyarakat dan negara, yang diatur oleh peraturan hukum baik tertulis (hukum negara) maupun yang tidak tertulis (hukum adat).
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBEBASAN ANAK DI BAWAH INI DI INDONESIA.
Dalam perjalanan Globalisasi akan tercermin nyata dalam kehidupan sosio-kultural, namun sampai sejauh mana Globalisasi mempengaruhi perkawinan anak-anak di bawah umur di Indonesia?
Seperti yang kita lihat setiap hari mulai dari media elektronik dan media massa atau media lainnya, kita dapat mengakses dengan mudah informasi apapun di belahan dunia ini.
Kehidupan orang-orang di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kehidupan:
- Kehidupan masyarakat Perkotaan (modern).
- Kehidupan masyarakat pedesaan (Adat).
Kedua kehidupan tersebut secara langsung atau tidak langsung terpengaruh oleh Globalisasi, namun dampak pengaruh tersebut memiliki perbedaan pada jumlah perkawinan di bawah umur, karena kehidupan di antara mereka adalah kondisi kehidupan yang sangat kontroversial dan sangat berpengaruh terhadap dampak Globalisasi untuk pernikahan di bawah umur untuk masyarakat pedesaan (Adat) dan untuk perkawinan di bawah umur untuk komunitas urban (modern).
Globalisasi dan modernisasi merupakan kebutuhan yang harus kita jalani bersama, mulai dari kehidupan tradisional hingga kehidupan yang semua canggih, bahkan Indonesia saat ini dapat dikatakan terpukul oleh Westernisasi sebagai dampak Globalisasi, ini terjadi dalam kehidupan orang-orang yang tinggal di Kota, Budaya Modern jauh lebih mulia dari budaya warisan nenek moyang kita.
Masyarakat yang hidup di perkotaan lebih besar terkena dampak globalisasi dengan masyarakat yang hidup di Desa, kemajuan Teknologi, kemajuan pikiran politik, Budaya, akan terjadi alam pikiran setiap orang akan semakin cepat diterima dan dicerna oleh masyarakat di perkotan dengan cepat, sehingga akan merasuki pikiran dan terefleksi secara tanpa disadari merasuk ke dalam pola-pola kehidupan masyarakat yang hidup diperkotaan. Masyarakat Kota yang heterogen akan lebih cepat menerima arus Globalisasi karena didukung oleh sarana yang sangat mudah didapat secara langsung, sikap individu masyarakat keliling akan mempengaruhi segala kesunya mereka menghadapi Globalisasi dalam bentuk apapun.
Globalisasi yang tidak dapat kembali lagi oleh Negara Indonesia dalam kasus-kasus tertentu dapat menjadi salah satu penyebabnya perkawinan di bawah umur dan tidak dapat dijadikan sebagai penyebab perkawinan di bawah umur di Indonesia, Globalisasi tidak dapat disalahkan dalam hal perkawinan anak di bawah umur oleh karena Perkawinan dibawah umur jauh dari zaman kolonial adalah prevalensi yang fluktuasinya merupakan suatu masalah yang ada dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Dampak Globalisasi sebenarnya memilikki 2 hal itu:
Dampak Positif
Globalisasi akan berdampak Positif terhadap masyarakat oleh karena:
- Memudahkan masyarakat informasi yang terbagi dunia secara up to date.
- Memudahkan masyarakat yang sedang belajar di.
- Mendorong individu untuk memotivasi diri menumbuhkan jiwa kompetitif yang tinggi.
- Membuat dunia hukum menjadi lebih sempurna dalam produk produk.
- Bisa menumbuhkan Jiwa Komersil.
- Dan lain sebagainya.
Dampak Negatif
Globalisasi akan berdampak Negatif terhadap masyarakat oleh karena:
- Menumbuhkan sikap individualisme yang tinggi.
- Penyimpulan informasi yang negatif oleh masyarakat dan kemudian diwujudkan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
- Manusia dikuasai oleh Teknologi dan teknokrasi.
- Dan lain sebagainya.
Dampak Globalisasi di atas tidak dapat secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam hal meningkatnya perkawinan di bawah umur di Indonesia, perkawinan di bawah umur yang terjadi di Indonesia karena berbagai sebab, namun globalisasi dapat menjadi salah satu penyebab perkawinan di bawah umur tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan, karena Contohnya: remaja yang sering melihat situs porno di internet, dan kemudian karena pengaruh situs porno tersebut akhirnya remaja tersebut mencoba melakukannya dengan pacarnya sehingga akhirnya pasangan tersebut menjadi hamil, dan karena kebutuhan keluarga untuk menutupi Rasa malu kedua orang tuanya orang tua bisa menikahi mereka di usia muda, dan seperti yang kita ketahui dengan masa remaja adalah saat dimana hormon manusia sedang berputar dan jika tidak dikendalikan, maka perkawinan di bawah umur bisa menimpanya.
Sebenarnya, perkawinan di bawah umur dimanapun terjadi, seringkali korban adalah wanita tersebut, wanita tersebut adalah objek penderita, pernikahan di bawah umur akan memberi tekanan pada wanita / wanita yang bertanggung jawab sebagai istri, dan juga sebagai pasangan seks, dan Ibu, peran itu seharusnya orang dewasa, belum lagi beban psikologis, cemas, depresi, dan emosional yang harus dirasakan wanita / wanita, semua hal yang akan dirasakan dan dilakukan oleh gadis / wanita di bawah umur yang belum siap menghadapi kehidupan rumah tangga. dalam pernikahan
Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun (mempelai wanita) memiliki tingkat pencapaian pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan yang belum menikah, terutama setelah sekolah dasar (SD). Selain itu, anak-anak yang menikah lebih muda memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang sudah menikah. Anak perempuan cenderung tidak bersekolah setelah mereka menikah. Persentase pernikahan anak perempuan usia 20-24 semakin kecil seiring dengan meningkatnya hasil pendidikan. Persentase anak usia perkawinan yang lulus dari sekolah dasar (40,5 persen) berbeda tajam dengan mereka yang melanjutkan pendidikannya sampai lulus SMA (5,0 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa berinvestasi pada pendidikan sekolah menengah untuk anak perempuan, terutama untuk menyelesaikannya sekolah adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan anak perempuan mencapai usia dewasa sebelum menikah. 5
Dilihat dari jumlah absolut, prevalensi anak usia perkawinan melibatkan jumlah pengantin anak yang sangat besar dan mengejutkan. Berdasarkan data dari SDKI, 17 persen wanita berusia 20-24 yang pernah menikah, menikah sebelum berusia 18 tahun. Ini berarti 340.000 perkawinan di Indonesia terjadi pada anak perempuan di bawah usia 18 tahun. Sementara berdasarkan data Susenas 2012, 25 persen wanita berusia 20-24 yang pernah menikah, menikah sebelum berusia 18 tahun; dengan - prevalensi tertinggi di daerah pedesaan. Selanjutnya, analisis data Susenas menunjukkan bahwa penurunan kecenderungan prevalensi usia perkawinan di Indonesia hanya terjadi dari tahun 2008 sampai 2010. Prevalensi perkawinan anak usia meningkat di tahun 2011 kemudian mengalami stagnasi pada tahun 2012.6
Globalisasi di Indonesia mencakup segala aspek kehidupan, kehidupan kehidupan sosial, budaya, politik, teknologi, hukum, yangmana semua informasi di belahan dunia sangat mudah diakses melalui kemajuan teknologi, setiap orang dapat berkomunikasi walaupun berbeda Negara tanpa batas jarak yang dimaksud, termasuk informasi dunia mengenai kebebasan kehidupan seks jadi banyak situs-situs porno bahkan tv porno yang bisa dilihat langsung via internet.
Kebiasaan yang negatif tanpa filter agama lama kelamaan akan menjadi kebiasaan, kebiasaan budaya yang negatif secara agamis dan jadilah yang lama kelamaan akan tereflekfi pada aura tingkah laku untuk menjalankannya, oleh karena itu kekuatan yang lebih mengikat untuk menginsyafi semua dampak globaliasi adalah Kesadaran Hukum Masyarakat .
Kesadaran hukum Individu yang sangat tinggi akan membentengi setiap individu itu untuk melakukan hal-hal yang negatif.
Bagaimankah kesadaran hukum bagi remaja atau anak yang menurut hukum dikategorikan belum diperhatikan untuk menikah?
Hal ini selain pembekalan agama dari pihak keluarga, faktor pengawasan yang akurat sangat dibutuhkan untuk mengurangi arus pergaulan bebas-dikalangan remaja, baik remaja dielit maupun di pedesaan.
Akankah menurut catatan hasil penelitian perkawinan dibawah umur di daerah pedesaan yang memilikki angka yang lebih tinggi dengan masyarakat daerah di kelurahan.
Perkawinan usia anak di daerah pedesaan sepertiga lebih tinggi di daerah perkotaan (masing-masing 29,2 persen dan 19,0 persen pada tahun 2012. 7
Cerita tentang perkawinan di bawah umur dapat disebabkan oleh beberapa penyebabnya;
- Kuatnya adat-istiadat yang mendukung Perkawinan dibawah umur.
- Rendahnya tingkat pendidikan.
- Rendahnya tingkat kesehjateraan, kesusahan kehidupan, kemiskinan yang membebani keluarga.
- Karena suka rasa malu yang ditanggung keluarga, biasanya pasangan yang dikawinakan karena wanita sudah hamil duluan atau perkawinan kurang dari calon mempelai wanita, memangelah untuk menikah oleh timahuanya.
Cerita Perkawinan dibawah umur akan sering terjadi di daerah pedesaan, makin terang dampak Globalisasi masuk kedaerah pedesaan maka semakin berkurang pengaruh perkawinan bawah umur, atau dengan bahasa lainya semakin kuat adat atau norma-norma kehidupan masyarakat pedesaan maka globalisai tidak membawa pengaruh kepada Perkawinan di bawah umur.
Kemudian, apakah semakin kuat Globalisasi melanda kepedesaan akan mengurangi Perkawinan di bawah umur?
Dan selanjutnya bagaimana Globalisasi dapat mengurangi Perkawinan di bawah umur yang berada di daerah Pedesaan?
Manurut saya, sebenarnya melalui informasi yang meng-global di dunia teknologi internet melalui sarana Lap Top, Komputer, Hand Phone yangmana sarana tersebut saat ini mudah didapat dan digunakan sampai ke daerah pedesaan dan dengan informasi mendunia yang bisa diakses begitu mudah maka akan ada wawasan berfikir atau bertambahnya pengetahuan tentang sisi negatif dari Perkawinan di bawah umur, atau bagaimana dampaknya, psikologis dari ketidaksiapan seorang remaja (para wanita) yang akan menjadi seorang ibu rumah tangga.
Selain itu, masyarakat akan menyadari bahwa pendidikan sangat penting, sehingga bisa memotivasi diri sehingga perempuan terus belajar setinggi mungkin, agar perkawinan di bawah umur tetap bisa dihindari.
IMPLEMENTASI PERKAWINAN ANAK-ANAK BERDASARKAN USIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
Itu sebenarnya menurut Agama Islam, pria dan wanita yang tidak dikenal dengan istilah anak di bawah umur, yang dikenal dalam Islam adalah usia Akil Baligh, hanya dalam bahasa Hukum dalam kehidupan dunia yang memanggil anak di bawah umur. , dewasa, dan positif di dunia yang mengatur umur perkawinan pria dan wanita.
Hukum negara yang mengatur perkawinan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di sisi lain hukum adat yang mengatur pernikahan masa lalu sampai sekarang belum berubah, hukum adat yang sudah ada sejak zaman nenek moyang sampai sekarang yang merupakan hukum tak tertulis.
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah "ikatan dalam dan luar antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal (rumah tangga) berdasarkan Ketuhanan Satu".
Jadi definisi perkawinan menurut hukum dan peraturan sesuai dengan Pasal 1 UU No. 1/1974 yang dimaksud adalah Definisi yuridis yang pengertiannya sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai agama, budaya dan etika yang ada di masyarakat Indonesia.
Sedangkan dalam ketentuan pasal KUH Perdata, tidak memberikan pengertian tentang perkawinan. Tapi itu menyatakan bahwa pernikahan adalah 'pertunangan' (verbindtenis). Dalam kasus ini mari kita lihat kembali ke 26 KUH Perdata. Dengan demikian Hukum Perdata hanya melihat masalah perkawinan hanya dalam hubungan sipil.
Ini berarti bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan sipil sebagai pernikahan yang sah, yang berarti pernikahan yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam KUH Perdata, sedangkan persyaratan dan peraturan agama tidak dipertimbangkan atau dikesampingkan.
Untuk bisa mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu kondisinya adalah para pihak yang akan melakukan pernikahan telah memasak jiwa tubuhnya. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ada batas usia minimum untuk menikah. Ketentuan mengenai batas usia minimum tersebut tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa "Perkawinan hanya diperbolehkan jika orang tersebut telah mencapai usia 19 tahun dan wanita tersebut telah mencapai usia 16 tahun ".
Namun, jika calon suami belum berusia 19 tahun dan istri masa depan belum berusia 16 tahun saat mereka mau menikahi dan menikahi dispensasi yang diwajibkan dari pengadilan. Jika kedua calon suami dan istri itu sama-sama beragama Islam, keduanya bisa mengajukan permohonan, bahkan dalam satu permohonan, untuk mendapatkan dispensasi pernikahan ke pengadilan agama. 8
Perkawinan anak dianggap sah di Indonesia. Dan sudah diajukan Permohonan uji materi Pasal 7 Undang-undang Perkawinan Indonesia tahun 1974 tentang usia minimum perkawinan telah menyebabkan perdebatan intensif di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan saat ini, izin orang tua dapat diajukan untuk mendukung semua perkawinan di bawah usia 21 tahun. Dengan izin orang tua, wanita dapat menikah secara hukum pada usia 16 tahun dan pria pada usia 19 tahun. Kenyataannya, orang tua anak perempuan di bawah usia 16 tahun dapat menikahi anak perempuan mereka saat masih sangat muda dengan mengajukan lamaran ke perkawinan atau pengadilan agama untuk memberikan dispensasi.
Namun, judicial review tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi pada 18 Juni 2015. Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa perubahan usia pernikahan tersebut merupakan kewenangan DPR. Hukum Perkawinan juga tidak memberikan panduan bukti umur perkawinan pemohon perkawinan atau hukum atau pejabat agama, sehingga sulit untuk melindungi anak perempuan dari perkawinan yang terlalu muda. Pengadilan yang memberikan dispensasi sama baiknya dan tidak membiarkan anak menikahi dan pendapat sendiri. Lebih dari 90 persen permintaan dispensasi diterima dan jumlah aplikasi meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dan pernikahan anak di bawah umur sering dikehendaki oleh orang tua, anak perempuan, dan anak laki-laki karena hubungan seksual dan kehamilan.
Di tengah dunia yang menjadi begitu kompetitif dan selalu berubah, dimana akses terhadap informasi menjadi sangat banyak dan terbuka, kita semua semakin sadar bahwa hanya individu yang kreatif, belajar menggunakan Teknik Informatika dan berpartisipasi dalam perubahan yang dapat bertahan. Bila perubahan itu berasal dari luar kita dan kemudian kita bereaksi dengannya, melawannya, malah antipati dengan perubahannya, maka kita menjadi bagian yang kalah. Perubahan tetap dan akan terus terjadi, dengan atau tanpa kita. Tidak ada yang tersisa dari perubahan kecuali perubahan itu sendiri. Kesiapan untuk mengatasi perubahan hasil pengembangan Teknologi Informasi merupakan pekerjaan besar yang harus dipersiapkan terutama bagi generasi muda agar bisa bertahan dengan moral dan etika akibat perubahan.
Langkah ekstrim yang dilakukan sekularis kiri dengan memberi kontrasepsi kepada anak remaja mereka di satu sisi dapat mengurangi kehamilan di luar nikah, namun disisi lain hal itu mencerminkan kegagalan pendidikan dan perilaku religius, masih banyak langkah "sopan" yang bisa dilakukan. untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas yang mempengaruhi pernikahan karena "paksaan" yang dilakukan pada pasangan di bawah umur. Ada beberapa sekolah swasta yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan perkawinan dan masih dapat melaksanakan pendidikan, hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mencegah kehamilan di luar nikah dan hamil saat melaksanakan pendidikan, namun langkah-langkah yang ditempuh oleh sekolah yang memungkinkan peserta didik melakukan pernikahan ini.
Meski Pemerintah menyediakan Paket Paket bagi siswa yang gagal dalam Pendidikan Formal, sertifikat mengejar paket yang seharusnya setara dengan ijazah sekolah reguler dianggap "ijazah kelas dua", hal ini tak lepas dari pelaksanaan paketnya. Pengejaran banyak pengejaran mengejar paket yang tidak memberikan pendidikan sebagaimana mestinya, dan hanya melakukan ujian akhir yang pengawasannya sangat longgar pada siswa. Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mencapai serangkaian angka tinggi di lembar penilaian, atau serangkaian gelar yang menghiasi nama seseorang, tapi juga pembentukan tingkah laku manusia dan peradaban.Perkembangan zaman mengarah pada perbedaan pandangan nilai nilai, terutama dengan arus globalisasi yang membuat dunia tampak semakin sempit. 9
Idealnya undang-undang dan peraturan dibuat untuk menciptakan perubahan dalam kehidupan masyarakat atau hukum sebagai alat untuk mengubah pola perilaku masyarakat sesuai dengan tujuannya.
Sebagai sarana rekayasa sosial, hukum adalah sarana yang bertujuan mengubah perilaku warga negara, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. 10
Bahwa memang peraturan tersebut, perkawinan di bawah umur di Indonesia untuk umat Islam adalah sebagai konsekuensi yuridis atas suara Pasal 7 ayat (1) UURI no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan bahwa intinya izin perkawinan hanya akan diberikan kepada wanita berusia 19 tahun dan 16 tahun, dan menikah dengan batas usia yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UURI No. 1 tahun 1974 tapi dilakukan oleh pasangan pria yang berusia di bawah 19 tahun dan wanita di bawah 16 tahun, maka Pernikahan disebut perkawinan di bawah umur.
UURI No. 1 tahun 1974 tentang pernikahan telah mengakomodasi pernikahan di bawah umur dengan membatasi usia pria dan wanita yang diberi izin untuk menikah. Jika pernikahan masih berlangsung di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UURI no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, ketentuan undang-undang tersebut akan memberikan dispensasi pernikahan bahwa prosesnya harus diajukan dengan permintaan ke Pengadilan Agama setempat.
Globalisasi yang dapat menyebabkan konsekuensi perkawinan di bawah umur bagi komunitas Muslim, dan undang-undang sebagai alat rekayasa sosial telah diatur secara yuridis melalui undang-undang yang sampai saat ini masih berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), Pemerintah Peraturan (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Penyusunan Peraturan Syariah berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991.
Bibliografi
- Prof. DR. SOERJONO SOEKANTO, SH., MH ., Prinsip Sosiologi Hukum, cetakan 15, Jakarta - PT. RajaGrafindo Persada, 2005.
- NUJOOD ALI DAN DELPHINE MINOUI, Saya NUJOOD, usia 10 dan janda , Penerbit Pustaka Alvabet, 2 Agustus 2010.
- Dr. ROSRAMADHANA NASUTION, Perempuan penindasan di Tradisional Pernikahan Anom , , Pustaka Obor Indonesia, April 2016.
- STATISTIK STATISTIK SUBDIREKTORAT DEPARTMENT, Jakarta - Indonesia , Kemajuan tertunda : Ibu Anak Pernikahan Analisis Data Di Indonesia, Biro Pusat Statistik Jakarta - Indonesia, 2016 .
- ROIHAN A RASYID, Hukum Acara Pengadilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, cet. ke-15.
- SYAFA'AT, SH., MHI., Komposer Bahan Pengembangan Keluarga Sakinah KUA Kec. Cluring, Kab. Banyuwangi, Pembinaan Remaja Putri dan Dampak Globalisasi, Lihat lebih banyak di : http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/pembinaan-remaja-usia pernikahan dan dampak globalisasi # sthash.UaT518l.dpuf, dilhat terakhir pukul 22.34 WIB, tertanggal 30 Maret 2017.
No comments:
Post a Comment