Video ini menayangkan bagaimana salah seorang Politisi dari Partai PDI P, yang secara baik memamaparkan keyakinananya dalam menghadapi babak baru kasus Djoko Tjandra yang banyak meminta perhatian bebagai kalangan aparat penegak hukum dan keadilan sedangkan kasus telah berjalan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun dan status Djoko Tjandra adalah sebagai DPO di negara Indonesia, masalah ini banyak mengurangi kepercayaan masyarakat atas penegakan hukum dan keadilan di tanah air kita karena ini merupakan cerminan atau wajah hukum di Indonesia yang menimbulkan kesan sampai saat ini masih adanya budaya-budaya mental korup masih melekat di setiap aparat-aparat yang membuat kita harus bersama-sama mengikis habis budaya-budaya jorok seperti itu.
Djoko Tjandra merupakan
satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi
pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko Tjandra (Djoko Soegiarto Tjandra-Tjan Kok Hui) pemilik Hotel
Mulia, Jl Asia Afrika-Senayan, Jakarta Pusat.
Lihat Foto
Djoko Tjandra (Djoko Soegiarto Tjandra-Tjan Kok Hui) pemilik Hotel
Mulia, Jl. Asia Afrika-Senayan, Jakarta Pusat. Direktur PT. Era Giat Prima
itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan
Moekiat. Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar. Jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari 1999 di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli yang membicarakan soal klaim Bank Bali. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketui oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa itu. Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata, seperti diberitakan Harian Kompas, 7 Maret 2000.
KOMPAS.com - Kasus
Djoko Tjandra kembali menyeruak ke publik setelah ditemukan jejak buron
itu pada 8 Juni 2020.
Djoko Tjandra diketahui merupakan buronan kasus pengalihan hak tagih
utang Bank Bali.
Djoko dinilai bisa bebas keluar masuk Indonesia meski statusnya buron.
Baca juga: Lika-liku Perjalanan Kasus Djoko Tjandra, Si Joker Buronan
Kelas Kakap
Berikut sejumlah fakta soal Djoko Tjandra:
Buron sejak 2009
Dikutip Harian Kompas, (24/2/2000), Direktur PT Era Giat Prima itu
dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.
Di dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi
berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang
merugikan negara Rp 940 miliar.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur
Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara
selama dua tahun pada 2009.
Diberitakan Harian Kompas, (12/6/2009), mereka terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara
pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Akan tetapi, Djoko kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Dia menjadi
warga negara Papua Nugini pada 2012.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Membuat KTP dalam setengah jam
Sebanyak 4 orang salah satunya Djoko Tjandra datang ke kantor kelurahan
Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada Senin (8/6/2020) pukul 08.00 WIB.
Djoko ditemani sopir dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, datang ke
sana untuk membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Begitu tiba, Anita langsung menghubungi Lurah Grogol Selatan Asep
Subahan. Asep pun keluar dari ruangan kerjanya di lantai dua menuju
lobi.
Tiga hari sebelumnya, dengan membawa surat kuasa dari Joko Tjandra,
Anita sudah menemui Asep untuk menanyakan data dan status kependudukan
kliennya.
Baca juga: Daftar 23 Buronan Korupsi yang Pernah Melarikan Diri ke
Singapura
Jadi Senin pagi itu, Djoko Tjandra tinggal datang ke kelurahan untuk
merekam data KTP-el.
Foto wajah Djoko, sidik jari, dan tanda tangan diambil dengan cukup
singkat. Seluruh proses pembuatan KTP-el hanya berlangsung sekitar 30
menit.
Lurah Asep dan petugas di kelurahan tak menyadari bahwa yang mereka
layani adalah buronan yang sedang diburu Kejaksaan Agung.
”Tidak ada yang tahu (bahwa Djoko Tjandra buron). Karena di sistem kami
juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert (waspada),” kata
Asep seperti diberitakan Harian Kompas, Senin (6/7/2020)
Meski Asep menyangkal mengistimewakan Djoko, tapi menurut warga
setempat, proses mereka mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan
biasanya memakan waktu sebulan.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Kasus Djoko Tjandra
kembali menyeruak ke publik setelah ditemukan jejak buron itu pada 8
Juni 2020.
Djoko Tjandra diketahui merupakan buronan kasus pengalihan hak tagih
utang Bank Bali.
Djoko dinilai bisa bebas keluar masuk Indonesia meski statusnya buron.
Baca juga: Lika-liku Perjalanan Kasus Djoko Tjandra, Si Joker Buronan
Kelas Kakap
Berikut sejumlah fakta soal Djoko Tjandra:
Buron sejak 2009
Dikutip Harian Kompas, (24/2/2000), Direktur PT Era Giat Prima itu
dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.
Di dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi
berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang
merugikan negara Rp 940 miliar.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur
Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara
selama dua tahun pada 2009.
Diberitakan Harian Kompas, (12/6/2009), mereka terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara
pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Akan tetapi, Djoko kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Dia menjadi
warga negara Papua Nugini pada 2012.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Membuat KTP dalam setengah jam
Sebanyak 4 orang salah satunya Djoko Tjandra datang ke kantor kelurahan
Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada Senin (8/6/2020) pukul 08.00 WIB.
Djoko ditemani sopir dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, datang ke
sana untuk membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Begitu tiba, Anita langsung menghubungi Lurah Grogol Selatan Asep
Subahan. Asep pun keluar dari ruangan kerjanya di lantai dua menuju
lobi.
Tiga hari sebelumnya, dengan membawa surat kuasa dari Joko Tjandra,
Anita sudah menemui Asep untuk menanyakan data dan status kependudukan
kliennya.
Baca juga: Daftar 23 Buronan Korupsi yang Pernah Melarikan Diri ke
Singapura
Jadi Senin pagi itu, Djoko Tjandra tinggal datang ke kelurahan untuk
merekam data KTP-el.
Foto wajah Djoko, sidik jari, dan tanda tangan diambil dengan cukup
singkat. Seluruh proses pembuatan KTP-el hanya berlangsung sekitar 30
menit.
Lurah Asep dan petugas di kelurahan tak menyadari bahwa yang mereka
layani adalah buronan yang sedang diburu Kejaksaan Agung.
”Tidak ada yang tahu (bahwa Djoko Tjandra buron). Karena di sistem kami
juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert (waspada),” kata
Asep seperti diberitakan Harian Kompas, Senin (6/7/2020)
Meski Asep menyangkal mengistimewakan Djoko, tapi menurut warga
setempat, proses mereka mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan
biasanya memakan waktu sebulan.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Kasus Djoko Tjandra
kembali menyeruak ke publik setelah ditemukan jejak buron itu pada 8
Juni 2020.
Djoko Tjandra diketahui merupakan buronan kasus pengalihan hak tagih
utang Bank Bali.
Djoko dinilai bisa bebas keluar masuk Indonesia meski statusnya buron.
Baca juga: Lika-liku Perjalanan Kasus Djoko Tjandra, Si Joker Buronan
Kelas Kakap
Berikut sejumlah fakta soal Djoko Tjandra:
Buron sejak 2009
Dikutip Harian Kompas, (24/2/2000), Direktur PT Era Giat Prima itu
dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.
Di dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi
berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang
merugikan negara Rp 940 miliar.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur
Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara
selama dua tahun pada 2009.
Diberitakan Harian Kompas, (12/6/2009), mereka terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara
pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Akan tetapi, Djoko kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Dia menjadi
warga negara Papua Nugini pada 2012.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Membuat KTP dalam setengah jam
Sebanyak 4 orang salah satunya Djoko Tjandra datang ke kantor kelurahan
Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada Senin (8/6/2020) pukul 08.00 WIB.
Djoko ditemani sopir dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, datang ke
sana untuk membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Begitu tiba, Anita langsung menghubungi Lurah Grogol Selatan Asep
Subahan. Asep pun keluar dari ruangan kerjanya di lantai dua menuju
lobi.
Tiga hari sebelumnya, dengan membawa surat kuasa dari Joko Tjandra,
Anita sudah menemui Asep untuk menanyakan data dan status kependudukan
kliennya.
Baca juga: Daftar 23 Buronan Korupsi yang Pernah Melarikan Diri ke
Singapura
Jadi Senin pagi itu, Djoko Tjandra tinggal datang ke kelurahan untuk
merekam data KTP-el.
Foto wajah Djoko, sidik jari, dan tanda tangan diambil dengan cukup
singkat. Seluruh proses pembuatan KTP-el hanya berlangsung sekitar 30
menit.
Lurah Asep dan petugas di kelurahan tak menyadari bahwa yang mereka
layani adalah buronan yang sedang diburu Kejaksaan Agung.
”Tidak ada yang tahu (bahwa Djoko Tjandra buron). Karena di sistem kami
juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert (waspada),” kata
Asep seperti diberitakan Harian Kompas, Senin (6/7/2020)
Meski Asep menyangkal mengistimewakan Djoko, tapi menurut warga
setempat, proses mereka mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan
biasanya memakan waktu sebulan.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Direktur PT Era Giat
Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan
Moekiat.
Di dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi
berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang
merugikan negara Rp 940 miliar.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur
Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara
selama dua tahun pada 2009.
Diberitakan Harian Kompas, (12/6/2009), mereka terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara
pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Akan tetapi, Djoko kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Dia menjadi
warga negara Papua Nugini pada 2012.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari HardiyantoDalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar. Jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari 1999 di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli yang membicarakan soal klaim Bank Bali. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketui oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa itu. Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata, seperti diberitakan Harian Kompas, 7 Maret 2000.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketui oleh R. Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa itu. Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata, seperti diberitakan Harian Kompas, 7 Maret 2000. Dengan demikian, Djoko yang akhirnya terbebas dari dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi ini tidak bisa lagi dikenai tahanan kota.
Atas putusan itu, JPU Moekiat mengajukan perlawanan (verset) ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Menurut Panitera PN Jakarta Selatan M Jusuf, PT DKI Jakarta tanggal 31 Maret 2000 memutuskan, dakwaan JPU dibenarkan dan pemeriksaan perkara Joko Tjandra dilanjutkan. Oleh karena itu, pemeriksaan perkara dilanjutkan kembali dengan acara pemeriksaan saksi pada 1 Mei 2000, seperti dibertiakan Harian Kompas, 2 Mei 2000. Dalam sidang itu, JPU Moekiat menghadirkan empat saksi, yaitu dua Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Iwan Ridwan Prawiranata dan Subarjo Joyosumarto serta dua staf BI, Dragon Lisan dan Adnan Djuanda. Namun, Djoko kembali lolos dari jerat hukum. Majelis hakim menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra bukan merupakan kasus pidana melainkan perdata.
Dalam putusan itu, disebutkan bahwa dakwaan JPU yang menyatakan bahwa Djoko telah mempengaruhi para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), sama sekali tidak terbukti. Berdasar keterangan para saksi dari kalangan otoritas moneter, dalam hal ini BI dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) di persidangan, tidak ada satu pun yang menyatakan telah dipengaruhi oleh Djoko. Sementara mengenai pertemuan tanggal 11 Februari 1999 di Hotel Mulia, yang disebut adanya usaha Djoko untuk memperlancar pencairan klaim Bank Bali, tidak terbukti mengingat hanya satu orang saksi, yaitu Firman Soetjahya, dikutip dari Harian Kompas, 19 Agustus 2000.
Atas putusan itu, Jaksa Agung Marzuki Darusman menyatakan, dirinya tidak menduga Djoko akhirnya dinyatakan bebas dari tuntutan hukum. "Putusan itu di luar dugaan. Sama sekali di luar dugaan. Tetapi ini tak menghentikan proses hukum, karena belum selesai. Karena itu, Kejaksaan akan melanjutkannya dengan kasasi," ujar Marzuki. Dalam kasasi itu, jaksa juga menguraikan kelemahan putusan majelis hakim yang menilai perjanjian cessei yang dituduhkan kepada Djoko adalah murni perdata. Namun, lagi-lagi majelis hakim menolak kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung itu.
Pada 15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata. Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda. Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah. Harian Kompas, 12 Juni 2009 memberitakan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.
Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali. "MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi. Putusan dijatuhkan majelis peninjauan kembali yang diketuai Djoko Sarwoko, dengan anggota Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, I Made Tara, dan Suwardi. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara.
Akan tetapi, Djoko diketahui telah melarikan diri ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Harian Kompas, 20 Juni 2009 memberitakan, kaburnya Djoko diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA. Ketua MA Harifin A Tumpa mengakui kemungkinan bocornya informasi putusan. Namun, informasi yang dibocorkan belum tentu akurat. Harifin menyatakan, tidak mungkin bocoran informasi itu berasal dari majelis hakim yang menangani peninjauan kembali Joko Tjandra. Pada 2012, Djoko diketahui telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Papua Nugini. "Yang bersangkutan (Djoko S Tjandra) berada di luar negeri dan pindah kewarganegaraan. Tentu akan ditindaklanjuti proses meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan terkait dengan kasus yang sekarang dihadapinya," ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Juli 2012.
Kasus Djoko Tjandra kembali menyeruak ke publik setelah ditemukan jejak buron itu pada 8 Juni 2020. Djoko Tjandra diketahui merupakan buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali. Djoko dinilai bisa bebas keluar masuk Indonesia meski statusnya buron. Berikut sejumlah fakta soal Djoko Tjandra: Buron sejak 2009 Dikutip Harian Kompas, (24/2/2000), Direktur PT. Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat. Di dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar. Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun pada 2009. Diberitakan Harian Kompas, (12/6/2009), mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali. Akan tetapi, Djoko kabur ke Papua Nugini sebelum dieksekusi. Dia menjadi warga negara Papua Nugini pada 2012.
Membuat KTP dalam setengah jam
Sebanyak 4 orang salah satunya Djoko Tjandra datang ke kantor kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada Senin (8/6/2020) pukul 08.00 WIB. Djoko ditemani sopir dan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, datang ke sana untuk membuat kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Begitu tiba, Anita langsung menghubungi Lurah Grogol Selatan Asep Subahan. Asep pun keluar dari ruangan kerjanya di lantai dua menuju lobi. Tiga hari sebelumnya, dengan membawa surat kuasa dari Joko Tjandra, Anita sudah menemui Asep untuk menanyakan data dan status kependudukan kliennya.
Tadi Senin pagi itu, Djoko Tjandra tinggal datang ke kelurahan untuk merekam data KTP-el. Foto wajah Djoko, sidik jari, dan tanda tangan diambil dengan cukup singkat. Seluruh proses pembuatan KTP-el hanya berlangsung sekitar 30 menit. Lurah Asep dan petugas di kelurahan tak menyadari bahwa yang mereka layani adalah buronan yang sedang diburu Kejaksaan Agung. ”Tidak ada yang tahu (bahwa Djoko Tjandra buron). Karena di sistem kami juga tidak ada penandanya, misalnya ada tanda alert (waspada),” kata Asep seperti diberitakan Harian Kompas, Senin (6/7/2020) Meski Asep menyangkal mengistimewakan Djoko, tapi menurut warga setempat, proses mereka mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan biasanya memakan waktu sebulan.
Dilansir Harian Kompas, Selasa (14/7/2020), Djoko Tjandra mengajukan pembuatan paspor 22 Juni dan paspor terbit pada 23 Juni. Djoko hadir di Kantor Imigrasi Jakarta Utara, tapi saat paspor terbit orang lain yang mengambilnya. Dia membawa surat kuasa dari Djoko. Proses pembuatan paspor berjalan mulus karena petugas tak mengenali wajah Joko. Status Joko sebagai buronan pun tak tercatat di sistem. Selain itu, Joko memenuhi semua persyaratan, seperti dokumen KTP elektronik dan paspor lamanya, periode 2007-2012. Meski demikian, berdasarkan penelusuran imigrasi, terungkap Djoko belum pernah menggunakan paspor itu. Demikian pula pada 2009, saat Djoko kabur sehari sebelum putusan Mahkamah Agung yang memvonisnya bersalah, paspor lama tidak digunakan.
Memakai surat jalan khusus kepolisian
Dilansir Kompas.com,
Rabu (15/7/2020) surat jalan Djoko diterbitkan atas inisiatif Kepala
Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol)
Prasetijo Utomo.
Kini Prasetijo telah dicopot dari jabatannya.
Dia dicopot dari jabatannya melalui surat telegram Kapolri bernomor
ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.
Dalam surat itu, Prasetijo dimutasi sebagai perwira tinggi (pati) Yanma
Mabes Polri.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan, surat
jalan seperti yang terbit untuk buron Djoko Tjandra seharusnya hanya
digunakan untuk anggota kepolisian.
Argo mengatakan surat tersebut seharusnya diperuntukkan bagi keperluan
dinas keluar kota.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus",
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Dilansir Kompas.com, Rabu (15/7/2020) surat jalan Djoko diterbitkan atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Kini Prasetijo telah dicopot dari jabatannya. Dia dicopot dari jabatannya melalui surat telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Dalam surat itu, Prasetijo dimutasi sebagai perwira tinggi (pati) Yanma Mabes Polri. Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan, surat jalan seperti yang terbit untuk buron Djoko Tjandra seharusnya hanya digunakan untuk anggota kepolisian. Argo mengatakan surat tersebut seharusnya diperuntukkan bagi keperluan dinas keluar kota.
Sumber :
1. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lika-liku Perjalanan Kasus Djoko Tjandra, Si "Joker" Buronan Kelas Kakap", https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/06/125000365/lika-liku-perjalanan-kasus-djoko-tjandra-si-joker-buronan-kelas-kakap?page=all.
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Editor : Sari Hardiyanto
2. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta soal Djoko Tjandra, Buron sejak 2009 hingga Memakai Surat Jalan Khusus", https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/061520765/fakta-soal-djoko-tjandra-buron-sejak-2009-hingga-memakai-surat-jalan-khusus?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto