Adsafelink | Shorten your link and earn money

Monday, June 22, 2020

Polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP)

Ideologi Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik Indonesia merupakan pilihan politik masyarakat Indonesia yang telah final, sejak pasca kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus tahun 1945, baru sekarang saja timbul gagasan pemerintah untuk membuat sebuah Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP), dan saat ini baru sampai pada RUU HIP saja, telah banyak membawa konflik ideologi dan polemik dari berbagai golongan, pakar, politkus dan para tokoh agama, masyarakat dan lain sebagainya.

https://account.ratakan.com/aff/go/r47h4m?i=489

Entah apa motivasi pemerintah dan stakeholders pada orde sekarang ini merencanakan RUU HIP ini masuk dalam Prolegnas dan kelak apabila tidak ada halangan akan menjadi sebuah undang-undang, sehingga begitu intendnya kepada undang-undang ini di negara Indonesia yang mana pilihan politik dalam bernegara sudah final dan tidak ada masalah lagi, saya tidak dapat bayangkan apa jadinya bila saja negara yang berketuhanan ini dalam membuat putusan di dalam peradilan dengan kepala keputusan berbunyi "demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa" maka akan berubah menjadi apa bunyinya apabila negara menjadi tidak berketuhanan, mungkin akan berbunyi "demi keadilan berdasarkan tidak berketuhanan yang maha esa".

Zaman Presiden Soeharto merupakan pemimpin yang sangat kuat dalam memperhatikan ideologi Pancasila, yaitu ideologi Ketuhanan merupakan ideologi nomor satu dari Pancasila yang bermakna negara Indonesia adalah negara yang berketuhanan dan bukan negara yang menganut paham anti Ketuhanan, salah satu upaya nyata Presiden Sohearto mempertahankan Pancasila pada zaman itu yaitu melalui P-4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila), dan saya sempat merasakannya sebagai mahasiswa saya diwajibkan ikut penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, dan itu merupakan program wajib diikuti oleh klalangan mahasiswa yang baru masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta, sehingga saat itu, ideologi Komunis mampu diredam sehingga sangat sulit untuk tumbuh dan muncul dan mereka hanya ancaman laten yang tersembunyi saat itu, mungkin juga itu salah satunya mengapa sosok kepemimpinan zaman Soeharto masih dirindukan oleh sebagian kalangan.

Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/ 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, memang sampai saat ini belum dicabut dan secara regulasi masih valid berlaku secara hukum, adapun isu-isu telah dicabut merupakan isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena pemberlakuan "TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat". MPR saat ini sudah tidak lagi memiliki wewenang untuk membuat ataupun mencabut TAP MPR maka secara yuridis ketatanegaraan pelarangan PKI dan ajaran Komunisme dalam TAP MPRS XXV Tahun 1966 telah bersifat permanen."Apalagi ada regulasi lain yang juga mengatur soal itu, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Undang-undang ini memuat larangan menyebarkan atau mengembang kan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, dengan ancaman pidana penjara dua belas tahun sampai dengan 20 tahun penjara. 

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Bulan Bintang (PBB), Bidang Organisasi dan Pemerintahan, Meridian Ramadir, menilai, Indonesia yang berpancasila dan menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama tidak memberi ruang pada komunis hidup di Indonesia, PBB sendiri memandang ideologi Komunisme, Marxisme-Leninisme sudah tidak rasional dan sudah tidak dapat diterima di kehidupan masyarakat Modern. Di samping itu kehidupan di Indonesia juga sudah sangat berbeda dengan kehidupan dengan masa lalu. “Masyarakat Indonesia pada saat ini lebih agamis dan menjalankan aturan aturan agama sebagai pedoman kehidupan mereka.

Dirinya mengingatkan, peristiwa kelam penyebaran paham Komunis di Indonesia yang berujung pada upaya kudeta pada 30 September 1965 oleh PKI adalah sejarah yang tidak akan pernah bisa dihapus sampai kapanpun.

Karena itu upaya untuk memperlemah dan menghapus sejarah kebiadaban PKI secara sistematis melalui RUU Haluan Ideologi Pancasila harus dilawan dengan segala mekanisme Kontitusional. Tidak boleh ada setitik celahpun diberikan untuk menghapus Tap MPRS/XXV/ MPRS/1966 tentang Komunisme, Marxisme-Leninisme.

Berdasarkan fakta dan sejarah yang ada, PBB pun menganggap tidak sesuai jika Tap MPRS/No XXV/MPRS/1966 tentang Komunisme, Marxisme-Leninisme dihapuskan. Mengingat, Paham Komunisme masih sebagai ajaran yang dilarang di Indonesia.

“Jika hal ini tetap tidak dimasukan ke dalam RUU HIP malah justru akan menimbulkan polemik baru di Indonesia, dimana akan ada pihak pihak yang menggunakan dan memprovokasi hal tersebut dan mengarah ke perpecahan masyarakat,” tutupnya.

Kekhawatiran dari Partai Bulan Bintang merupakan input yang sangat konstruksional yang patut diperhatikan apabila RUU HIP tetap getol akan di bahas dan ditargetkan untuk disahkan, karena ini jelas akan membuat umat Islam kembali merasakan luka lama akan kumat kembali dalam hal dihilangkannya 7 kata pada Sila Pertama Pancasila Piagam Jakarta yang saat itu berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya".

https://cl.accesstrade.co.id/00046f000kcb


Menurut saya persoalan RUU HIP ini menjadi polemik yang berkepanjangan disebabkan oleh :

1. Bahwa umat Islam bertanya-tanya : mengapa TAP MPRS No. : XXV/MPRS/1966 tentang : "PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA. PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNIS/MARXISME-LENINNISME" tersebut tidak  dijadikan salah satu dasar pertimbangan dan atau dimasukan dalam bagian "mengingat" dan atau dalam bagian "menimbang" dan atau dimasukkan dalam sebuah Pasal dalam RUU HIP itu ?, sehingga hal ini sangat wajar apabila menimbulkan pemikiran umat Islam dan atau kelompok nasionalis Islam bahwa adanya indikasi dari pihak tertentu yang memberikan kesempatan dan atau menginginkan bangkitnya komunisme ditengah-tengah keadaan politik yang terkondisikan dalam kehidupan masyarakat pada saat seperti ini yaitu pada saat isu-isu Komunisme semakin gencar dirasakan masyarakat, entah ini penggiringan secara politis akan sebuah kepentingan ataukah menang murni tercipta adanya, dan mengenai Pro dan kontra atau polemik yang timbul, ini tebukti dengan adanya berbagai penolakan atau pendapat dari berbagai kalangan tokoh-tokoh agama Islam dan Tokoh Politik baik dari media sosial, media massa dan berbagai acara televisi nasional yang ada di Indonesia yang membahas masalah ini. 

2.  Bahwa umat Islam bertanya-tanya : mengapa dalam Pasal 7 RUU HIP memuat substansi yang mengangkat pidato Presiden Pertama RI Bung Karno mengenai frasa Trisila dan Eksila? hal yang sangat wajar apabila umat Islam bertanya lagi, karena Trisila dalam pidato Bung Karno menyebut ada tiga sila yaitu : Socio-nasionalisme, socio-democratie, dan Ketuhanan yang menghormati satu sama lain, kemudian menyebutkan lagi Ekasila yaitu : gotong-royong, yang mana Sila Ketuhanan ditempatkan bukan pada posisi Sila Pertama dan bahkan ketuhanan akan hilang dengan Ekasila yaitu gotong-royong, menurut saya walaupun pasal ini mencerminkan isi pidato Bung Karno, namun apa urgensi pasal ini dimasukkan dalam RUU HIP ?, dan apa motivasi memasukan Pidato Bung Karno ini dalam RUU HIP?, menurut saya suatu yang narasi diangkat dari naskah pidato hanya sebuah wacana saja,  dan wacana itu tidak pernah menjadi sebuah kesepakatan untuk apa diangkat lagi karena akan membuat kesan ada suatu usaha  untuk menjadikannya sebagai sebuah norma didalam undang-udang, dan itu sebuah pemikiran yang mundur (out to date).

3.  Mengingat perdebatan yang terjadi antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam saat membuat kesepakatan Sila Pertama Pancasila dalam sidang BPUPKI menjelang detik-detik kemerdekaan RI 1945 dan kemudian diakhiri mengalahnya kelompok Islam untuk menerima Sila Pertama yang berbunyi "KetuhananYang Maha Esa" yang saat itu penerimaan kelompok Islam dimotivasi adanya ancaman dari daerah timor indonesia yang akan memisahkan diri dari Indonesia apabila bunyi Sila Pertama adalah : "Ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" tetap berlaku menjadi sila pertama, sehingga dengan finalnya kesepakatan dalam merumuskan Pancasila maka Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan termuat dalam pembukaan UUD 1945 dalam alenia  keempat merupakan hal yang final dan tuntas, sehingga tidak perlu lagi dibuatkan dalam sebuah Undang-Undang yang memposisikan Pancasila ada diposisi lebih rendah dari UUD 1945 serta dengan bunyi pasal-pasal yang menimbulkan perpecahan dan mengulang sejarah yang telah usai dari kelompok Islam yang telah menerima Sila Pertama dengan pencoretan 7 kata. Namun dengan dicoret 7 kata dimaksud, bukan berarti sila pertama dari Pancasila yang berlaku sekarang ini berbunyi "KetuhananYang Maha Esa" merupakan Sila yang bukan bersumber dari ajaran Agama Islam, sebab Sila Pertama yakni "KetuhananYang Maha Esa" adalah wujud inti dari Aqidah Islam dengan Dasar Hukum Agamanya yaitu Alqur'an ; Surat AL - IKHLAS, dengan ajaran Tauhid meng-Esakan Allah dan Menyembah Allah untuk Satu Tuhan sebagai Maha Tunggal, dan bukan menyembah dua tuhan, tiga tuhan empat tuhan atau bahkan ribuan tuhan, tetapi tetap Ahad/Esa/Eka dan bahkan sewaktu BILAL disiksa oleh Qurais dia berkata Ahad...Ahad...Ahad...sama artinya Esa...Esa...Esa.....jadi pendapat saya Pancasila seluruhnya tanpa disadari adalah bersumber dari ajaran Agama Islam, sehingga semua sudah final dan tak perlu di rubah dalam bentuk apapun.

Untuk itu saya rasa tidak perlu lagi adanya Undang-Undang HIP, cukup sudah untuk menindaklanjuti RUU HIP, sebab Pancasila sudah final dan sekarang bukan masalah takut atau tidak takutnya kepada ideologi komunis, tetapi Pancasila merupakan kesepakatan sudah final jadi marilah kita jalankan Pancasila secara murni dan konsekwen, sudah banyak korban yang berdarah-darah dalam perjuangan menegakkan Pancasila ini yaitu para ulama-ulama yang dibunuh dan kudeta oleh gerakan 30 September, tidak perlu lagi kita belajar  tentang pemahaman keadilan dari dasar yang lain, keadilan kita adalah berdasarkan Pancasila.

Saya yakin banyak kalangan yang Pro untuk ditindaklanjutinya RUU HIP akan mengclaim bahwa pemikiran saya ini merupakan pemikiran laten Orba, tetapi saya pikir ini bukan masalah laten atau tidak latennya sebuah Orde, namun sekali lagi saya katakan Pancasila itu sudah final dan pilihan politik kita Pancasila itu sudah final, untuk apa di utak - atik lagi, apa memang rela kita kalau Negara kita ini pecah ?

Namun apabila dengan motivasi yang tepat dan berdasar, RUU HIP tetap akan dilanjutkan ketahap Undang-Undang, saya berharap dalam membuat formulasi pasal-pasal dalam RUU HIP dimaksud, hendaknya stakeholders dapat menghindari segala substansi dari Pasal-Pasal yang menyebabkan konfilk Ideologi yang meruncing dan menghindari perpecahan NKRI.
 

Bibliography :
1.   https://news.detik.com/berita/d-5017277/tak-ada-pembubaran-pki-di-ruu-hip-mpr-tak-perlu-
      khawatir-komunis-bangkit
2.   https://www.nahimunkar.org/ruu-hip-dianggap-berikan-kelonggaran-paham-komunis/
3.   https://republika.co.id/berita/o83mzy385/pancasila-sukarno-piagam-jakarta-dan-debat-dasar-
      negara-part1
4.   https://www.gesuri.id/pemerintahan/basarah-tegaskan-pasal-7-ruu-hip-bukan-usulan-pdi-
      perjuangan-b1YNCZtXa


https://cl.accesstrade.co.id/0004cn000kcb

No comments:

Post a Comment

https://panel.niagahoster.co.id/ref/331489

My Blog List

Contact Form

Name

Email *

Message *

https://accesstra.de/000y52000kcb